Bagi GPmania yang intens menyaksikan GP Qatar tiga minggu sebelum GP Jerez, tentu punya pertanyaan menarik. Bagaimana Rossi dan Lorenzo, yang menggeber motor YZR-M1 dengan top speed yang paling rendah daripada seluruh pesaing, tetapi malah bisa merebut podium 1-2?
Padahal, trek Losail kaya akan straight, trek lurus panjang yang bisa dimaksimalkan dengan power mesin. Dari statistik, top speed motor M1 Rossi bahkan berada di urutan 17 alias paling buncit.
Memang, masing-masing pembalap dan tim punya setelan dan strategi tersendiri. Tetapi, melihat data kecepatan, fastest lap hingga kecepatan rata-rata per motor, rupanya Rossi dan Jeremy Burgess memang punya strategi tersendiri, yakni memanfaatkan slipstream para pembalap yang punya motor lebih kencang.
Dan Stoner tahu akan itu. Chief crew Stoner, Christian Gabarini pun menginstruksikan Stoner untuk melesat terlebih dulu. Jika tidak, Rossi dipastikan akan menguntit sekuat mungkin di belakangnya. Kalah di kecepatan, tapi bisa memanfaatkan slipstream untuk melibas di tikungan manapun.
Hanya saja, strategi Gabarini mental saat Stoner crash setelah kehilangan grip roda depan. Rossi pun kian cepat tanpa perlawanan rider lain yang sibuk mempertahankan posisi masing-masing.
Nah, di Jerez, yang punya atmosfer MotoGP lebih kental dari Qatar justru punya kesulitan tersendiri. Tiap tikungannya sangat teknis, terutama tikungan Nieto Peluki, sebuah tikungan ke kanan. Trek lurusnya pun tidak sepanjang Qatar, sehingga kestabilan menaklukan tikungan serta akselerasi dan pengereman keras justru lebih berpotensi menang.
Unggul power atau tidak, situasi di lintasan yang menentukan. Pedrosa, justru bisa start dari grid pole setelah mengalami problem di Qatar. Lorenzo dan Rossi juga membalap dengan catatan medis. Sementara, Stoner abis crash di Qatar berupaya menaklukkan statistik belum pernah sekalipun menang di Jerez.
Toh, fakta lintasan memang bisa disandingkan dengan teori dan statistik, sekaligus ikut mewarnainya. Selama 27 lap race Jerez, 26 lap diantaranya dikuasai Pedrosa. Di belakangnya, tarung #46, Lorenzo, dan duo merah Ducati.
Mulai lap 10, Lorenzo menyodok, melibas Hayden setelah lebih dulu mengungguli Stoner di lap 4. Kurang lebih sebelas lap, Lorenzo mengejar Rossi dan memungkasinya di lap 22. Lima lap terakhir, barulah terjadi drama khas Spanyol dan dimenangkan oleh Lorenzo di lap-lap terakhir dengan keunggulan tipis, setengah detik di Pedrosa dan 0,890 detik dari Rossi. Lorenzo dan Pedrosa sempat adu senggol di tikungan untuk memperebutkan tahta Jerez 2010.
Pastinya, pembalap asli Spanyol memang selalu mendapatkan dukungan publik kandang yang melimpah ruah. Selama era MotoGP 4 tak, baru drama Jerez 2005 yang paling menarik. Perang antara gank Spanyol vs outsider. Saat itu Rossi dan Gibernau bertarung hingga tikungan terakhir untuk memperebutkan podium Jerez. Tahun lalu, giliran Lorenzo saling sodok dengan #46 hingga lap-lap penentuan. Tetapi, drama Jerez 2009 masih kalah tegang dengan drama Rossi versus Gibernau.
Nggak heran, pembalap Spanyol memang sangat diunggulkan di Jerez. Selama era penyelenggaraan GP kelas premier di Jerez, rider Spanyol bisa menang enam kali. Kali pertama oleh Alberto Puig tahun 1995. Lalu, Alex Criville berurutan menang tahun 1997 hingga 1999. Setelah itu, hanya Sete Gibernau musim 2004 dan Pedrosa 2008 saja yang bisa merebut kemenangan di Jerez. Kini, setelan Lorenzo merebut tahta Jerez 2010, sirkuit sepanjang 4423 meter ini memang milik para Spaniard.
0 komentar:
Posting Komentar